Friday, July 12, 2013

Do'a untuk Seorang Sahabat


Apa yang anda lakukan jika anda susah tidur? Nonton tivi, baca Al Qur’an, baca koran sambil ngopi, nulis puisi cinta?... atau bikin cerpen?...susah tidur bukan hal yang baru  aku alami. Penyakit ini sering nongol terutama kalau aku lagi nganggur…gak punya kerjaan, atau kalau sedang galau mikir tentang masa depan. Seperti sekarang ini…mataku  melek lagi, gara2 si bos pergi keluar minta dibukain gerbang. Haddoooh…kebagian ngeronda lg nih,,! :(
Apa yang akan Anda lakukan di tengah malam seperti ini? Mata kedap kedip gak tidur-tidur, hanya bisa melamun..berkhayal..berdoa..or, adakah pilihan lainnya?...

Diatas kasur kecil di sebuah kamar sempit yang penuh dengan tumpukan kardus yang aku sendiri tidak tahu entah apa isinya, tiba2 terbersit sebuah nama di benakku. Diantara sekian banyak cerita yang datang dan pergi  tentang masa lalu dan masa sekarang…dengan teman2, dengan saudara2, kerabat2  dekat maupun yang jauh, guru2 dan dosen2 tercinta…yang semuanya terangkum apik dalam ingatan, memberi hikmah tersendiri dalam hidup ini, berkumpul menjadi satu di lubuk hati  menjadi sebuah lukisan dengan beragam warna kehidupan, membentuk satu pribadi tersendiri pada seorang SITI SUARNI. Adalah salah satu cerita tentang seorang teman yang pernah merasa senasib dan seperjuangan ketika bekerja sebagai nanny di kediaman Oma Linda Darni, di kawasan Kebayoran Baru-Jaksel, yang sejak awal bulan Ramadhan 1434 H ini, selalu mengusik ketenangan hati. Entah apa sebabnya…

Pitis Alya…entah apa yang menyeret hati dan ingatanku untuk kembali teringat gadis tinggi kurus sebatang kara, asal Kendal ini. Aku sendiri tidak tahu pasti dimana keberadaannya sekarang. Terakhir, dia pamit beberapa bulan yang lalu, hendak pulang kampung  karena tidak sanggup lagi melaksanakan tugas dari sang Majikan  yang dirasanya semakin berat sejak kelahiran anak ke 2 Bosnya. Mudah2an ini bukan suatu firasat buruk yang  terjadi dengannya, jika tiba2 akhir2 ini saya teringat tentang dia. Mudah2an keselamatan dan keberkahan hidup dilimpahkan ALLAH SWT kepadanya. Amiiin…

Adalah sebuah pelajaran hidup yang bagiku patut diambil hikmahnya, Terlahir sebagai yatim piatu sejak kecil adalah bukan pilihannya, maka sejak itu pula hidupnya tertitip di keluarga pamandanya tercinta, yang konon juga punya anak2 yang sebaya dengannya. Nasib mengantarnya untuk menjadi muslimah yang tegar dan percaya diri  meski dalam keadaan rapuh sekalipun. Sebagai anak yang sebatangkara, merantau mengadu nasib adalah pilihan utamanya dalam hidup, setelah konon dia drop out dari sebuah perguruan tinggi di daerahnya karena kurang biaya. Menjadi nanny di bawah naungan LPK Mentari, Cipete adalah jalan Tuhan untuk mempertemukannya denganku. Aku masih ingat sekali, bagaimana dia menceritakan semangat hidupnya di awal pekerjaannya itu.  Keinginan pertamanya adalah dia ingin membalas budi atas kebaikan sang paman yang telah merawatnya sejak sepeninggal kedua orang tuanya tercinta. Dia ingin menabung untuk membeli laptop buat sepupunya yang sedang kuliah. Dia ingin menunjukkan pada orang2 kalau dia bukan orang yang tak berguna, ingin bisa berdiri sendiri, ingin  membantu sang paman dalam mengentaskan anak-anaknya yang masih sekolah. Begitu membaranya kobaran semangat perjuangan hidupnya. Sampai-sampai saya tak bisa berkata apa2 untuk mengomentarinya kecuali  hanya bergumam dalam hati saja,” cita2 yang sangat mulia.. sudah terbayang bagaimana beratnya  pelaksanaannya, mengingat kita hanyalah buruh rumahan biasa“. Aku sendiri selama di Jakarta hanya sekedar mengadu nasib, mencari sesuap nasi yang sisanya kadang ku lempar ke kampung,  tanpa ada target yang pasti.

Waktu berjalan begitu cepat, ketika akhirnya kami harus pulkam bersama pada saat lebaran 2008 kalau tidak salah, dan akhirnya kamipun berpisah masing2 mencari tempat kerja baru seusainya. Lama tak ada kabar tentangnya yang ku dengar. Sampai suatu hari, dia menghubungiku, mengabariku kalau dia sedang bekerja di sebuah pabrik di tangerang. Namun sayang tak selang berapa lama dari itu, dia juga bilang kalau dia harus pulang kampung karena KANKER PAYUDARA yang baru  diidapnya. Ya ALLAH…KANKER PAYUDARA??  Bukankah itu penyakit yang ganas?? Miris sekali rasanya mendengarnya…YA ALLAH kenapa harus dia yang kau timpakan penyakit ganas itu?? Bagaimana nanti jadinya??  

Luruh rasanya seluruh  tubuhku, aku hanya bisa berdo’a semoga ALLAH  SWT segera menyembuhkannya seperti sedia kala! Amiiin…Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi padaku…apalah arti hidupku  ditengah2 keluargaku yang sudah terpecah belah ini. Emak tiri yang baik bukan jaminan kalau aku bisa bebas beristirahat di rumah karena sebuah penyakit. Memang siapa yang akan menanggung biaya pengobatanku?? Sedang keluargaku hanya keluarga yang hidup pas2an di kampung.  Satu poin bertambah, aku hanya bisa mengucap syukur ALHAMDULILLAH…terima kasih ya ALLAH atas semua nikmat sehat yang Kau berikan padaku selama ini. Meski aku sendiri pernah terkapar lemah tak berdaya karena tipes yang menyerangku dulu, yang bahkan sampai sekarangpun masih kumat2an kalau aku kerja terlalu berat. Tapi itu tidak semenakutkan KANKER, aku hanya merasa lemah…perutku mendidih dan aku kehilangan  tenaga. Dan kalau sudah begitu, lampu kuningpun menyala, aku harus ekstra hati2 menjaga kondisi badan dan kesehatanku. Jangan sampai aku tiba2 ngedrop tidak terkontrol, mengingat betapa sedihnya pulang kampung dalam keadaan sakit. Hidup serasa  tak berguna, hanya bisa merepotkan orang lain saja. Mudah2an jangan sampai begitu lah ya…!

Usai lebaran 1413 H kemaren, aku kembali mendapat kabar darinya, setelah kurang lebih satu tahun kepulangannya dari tangerang. Dia bilang ada yang berubah dalam hidupnya skarang. Konon kini  dia tinggal di Kawasan Siaga Pasar Minggu. Dan atas undangannya, akupun pergi menemuinya meski harus nyasar2 dulu karena tidak tahu jalan. Sepanjang jalan, hatiku bertanya2, apa yang berubah darinya? Penyakitnya sudah sembuh? Atau sekarang dia tinggal sama suaminya disitu? Atau…entahlah! Dari nada bicaranya, aku sama sekali tidak menangkap kecemasan hatinya karena mengidap sebuah penyakit ganas.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Seorang gadis berjilbab  bertubuh kurus ceking menungguku dengan mio putih yang dikendarainya di sebuah sudut Ramayana Pasar Minggu. Wajahnya nampak teduh tertutup jilbab gombrangnya.  Dia tersenyum padaku, akupun segera menyapanya “Hai Al, apa kabar?” tanyaku,”sekarang pake jilbab ya?”
Sedikit adegan kangen2an pun terjadi, sebelum akhirnya dia mengajakku segera membonceng dibelakangnya. Mio putih pun meliuk-liuk menerobos sesaknya lalu lintas jalan raya yang lumayan padat  sore itu. Belok kiri, belok kanan, kemudian belok kiri lagi, lurus terus…dan entah jalan mana lagi yg sdh kulalui sampai akhirnya mio putih yang kami kendarai berhenti disebuah warung bakso. Semangkok bakso tanpa vetsin dan segelas es tehpun mengantar awal perbincangan kami berdua.
“Kamu kemana aja selama ini, Al? Koq gak ada kabar?” tanyaku tak sabar ingin buru2 mendengarkan kisahnya. “Sepulangku dari Tangerang, aku hanya tinggal di rumah sambil nerapi penyakitku.” Katanya pelan.
“Terus sejak kapan kamu pake jilbab?” tanyaku.
“Aku dikenalkan temanku dengan orang yang sangat baik hati, yang sampai sekarang  jd Bosku.  Dia sosok yang baik yang pantas jd guru dalam hidupku. Sejak mengenal dia hidupku sedikit berubah….aku jd lebih pasrah, apapun yang akan terjadi semuanya adalah kehendak ALLAH…andai ALLAH tiba2 memanggilku, akupun sudah rela, toh aku sudah berusaha semampuku untuk tidak menyerah. Dan selanjutnya, hasilnya tinggal pasrah saja, mungkin inilah jalan terbaik buat aku, Mbak! Melalui dia hatiku menjadi sdikit lapang, tak ada lagi rasa takut yang menghantui” urainya.
“Kamu benar, Al! untuk apa takut mati…toh semua orang juga akan mati kan? Tinggal tunggu waktunya aja! Mana tau sehabis ini aku pulang mati dijalan…” kataku polos. Alya tertawa ringan mendengar ucapan polosku yang terasa enteng.

Hari hampir gelap, ketika kami sampai di sebuah rumah 2 lantai dengan sedikit taman di depan rumah dan garasi mobil di sampingnya. Kami segera masuk setelah menunggu di bukakan pintu beberapa saat oleh Nyonya rumah. Seorang ibu yang sedang hamil tua mempersilakan aku masuk ke dalam.
“Assalamualaikum, Bu! Saya Warni,  temennya Alya!” kataku sambil menyalaminya. “Oh…ini temenmu toh, Al! Mari…mari…masuk saja, Mbak! Sudah shalat maghrib belum?”
“Belum sempet, Bu!” jawab Alya.
“Ya sudah, shalat dulu aja! Ajak si Mbak Warni ini shalat di atas ya, saya mau ngelanjutin wiridan sebentar!” katanya.
“Trima kasih, Bu!” kataku.

Sebuah rumah yang layak untuk ukuran hidup di Jakarta, dengan berbagai barang2 dan peralatan modern  menghiasi ruangannya. Cuma, tidak ada satu gambarpun menghiasi dinding, kecuali jam. Aku sedikit heran sebelum mendengar penjelasan dari Alya, ternyata Bosnya ini memang menganut Islam yang banget2, kemana-mana pake cadar, tidak ada gambar2, poto2, atau patung2 di rumah, tidak ada nyanyi2 sama sekali, dan anti gossip alias anti ngomong2in orang!...aku tertegun mendengar penjelasan Alya, “Waaah…sebegitu ketatnya kah peraturan hidup itu? “gumamku. Tapi kayaknya mereka malah merasa tenang karenanya. Buktinya, Alya yang sudah sakit2an bgitupun masih diterima kerja disitu. Ini sangat bertentangan dengan rata2 Bos yang maunya anak buahnya bekerja keras semaksimal mungkin, dan mereka sendiri rata2 MAAF,  jarang memperhatikan kesejahteraan karyawannya.

Hampir setiap Minggu Alya pergi ke terapi lintah diantar si Bos  ke kawasan Cibubur. Kadang2 Bosnya membantu  bayar terapi, kadang juga dia bayar sendiri. Satu lagi poin yang perlu dicatat, meski sakit, dia tidak lupa menyisihkan sedikit uang gajinya untuk di bagikan pada anak yatim. Katanya mumpung masih hidup, dan masih ada rejeki, kapan lagi kita bisa beramal. SUBHANALLAH…sungguh mulia hatimu sobat! Akupun belum tentu bisa mencontoh kebaikan dan ketulusan hatinya. Ya ALLAH…kenapa cobaan berat kau timpakan pada sahabatku yang baik hati nan sebatangkara ini? Aku hanya bisa bergumam.

Sesaat sebelum Isya, kami dan Ibu Muda yang punya rumah pun terlibat sedikit basa basi, sebelum akhirnya aku pamit pulang di antar Alya sampai naik ke Metromini Psr Minggu-Blok M.

Dalam perjalanan aku hanya bisa tertegun, merenungi nasib sahabatku yang satu ini. Terlahir sebatang kara bukanlah hal yang diinginkan semua orang…begitupun mengidap penyakit ganas, siapa sih yang mau? Semua orang ingin sehat, ingin semuanya baik2 saja tentunya. Semua kembali pada rumus alam, bahwasanya manusia terlahir ke dunia dengan anugerah bawaan pemberian dari sang Khalik. Tentang jodo, pati, bagja, cilaka itu pun sudah digariskan oleh-Nya. Kita mung sa’dermo nglampahi, hanya sekedar menjalani saja. Tiada daya dan upaya, melainkan pertolongan dari ALLAH, manusia hanya bisa berusaha, Tuhan pula yang menentukan hasilnya.

YA ALLAH…dimanapun sahabatku PITIS ALYA berada, mohon lindungilah dia dari segala kejahatan dunia, berilah dia kekuatan, nikmat kesehatan, rizki yang halal, dan limpahan rahmat-Mu, ya Rabb…! Jagalah dia supaya tetap menjadi muslimah yang solehah, yang tetap berjalan di jalan-Mu walau apapun yang terjadi. Mohon jangan beri dia cobaan yang dia tidak mampu menanggungnya. Pertemukanlah dia dengan orang2 baik yang bisa membuat hidupnya lebih baik lagi…amiiin…amiiin…amiiin ya Rabbal alamiiin… Apa lagi yang bisa ku lakukan, melainkan memohon pertolongan dari-Mu, ya ALLAH...

2 comments:

  1. Allah memberi cobaan kepada hambaNya sesuai tingkat kesanggupan hambaNya. Bagi yang bersabar dan iklash menjalaninya, pastinya ada 'reward' dariNya, yang tak bisa hanya dinilai dari kacamata dunia saja. Semoga teman Mbak bersabatr terhadap sakit dan ujian yang dialaminya, sehingga Allah menggugurkan dosa-dosa kecilnya, dan menaikkan derajatnya dihadapanNya. Salam ukhuwah..

    ReplyDelete
  2. mudah2an ya Jeng Rebellina...kita selalu bersabar dalam menjalani berbagai cobaan dan ujian dari_Nya. Sehingga kita kelak bisa kembali kepada-Nya dalam keadaan khusnul khotimah. amiiiin....salam ukhuwah kembali...

    ReplyDelete