Sunday, August 18, 2013

Kado Untuk Mbak Tini

Pagi itu awal Agustus 2008, aku sudah bersiap-siap untuk meninggalkan rumah bosku. Sudah dari jauh-jauh hari aku minta ijin pada si Bos bahwa hari itu aku akan mengambil cuti 2 hari untuk kondangan ke pernikahan Mbak Tini esok harinya di daerah Pondok Pinang. Tapi seperti  biasanya, aku tidak akan meninggalkan rumah si Bos sebelum semua pekerjaanku selesai. Dari memberi susu dan sarapan pagi anak-anak, sampai membersihkan kamar dan kamar mandi serta mencuci  dan menggosok baju  yang kemarin sudah ku jemur pun ku kerjakan semua. Hingga hampir dzuhur aku baru selesai mengerjakan semuanya. Karena ku rasa tanggung, maka aku pun menunggu shalat dzuhur dulu baru setelah itu aku bergegas meninggalkan rumah.
Tas hitam gambar tengkorak yang lagi populer saat itu, yang baru si Bos beli khusus untuk membawa perlengkapan anak-anak kalau bepergian pun aku pinjam untuk membawa baju gantiku untuk pergi ke kondangan besok. Hari ini tujuanku adalah membeli kado di Blok M, dan setelah itu aku akan pergi ke rumah Bule Atun di Pasar Rebo, menginap di sana sambil menunggu esok hari saatnya pergi ke acara puncak.
Setelah pamitan dengan orang-orang rumah, aku pun segera meluncur ke arah Blok M, naik metromini tentunya. Sesampainya di Blok M, aku segera masuk ke Ramayana yang letaknya di bawah terminal. Di situ ku coba mencari barang yang pantas  untuk ku kadokan ke Mbak Tini, saudara jauhku dari Cilacap yang menikah dengan orang Betawi Pondok Pinang. Satu persatu ku susuri outlet-outlet di baseman, sampai akhirnya ku temukan outlet yang menjual berbagai macam seprei. Ini dia yang ku cari, pikirku. Lalu ku pilih sebuah seprei dengan warna dan corak yang ku nilai bagus, lalu ku tanya pelayan berapa harganya. Setelah terjadi tawar-menawar beberapa saat, aku pun segera membayar seprei tersebut. Lalu akupun pergi arah robbinson mencari baju yang pantas ku pakai buat kondangan besok.
Setelah jalan kesana kemari, aku menemukan sebuah atasan cantik lengan panjang  berwarna merah marun. Harganya pun cukup lumayan,  membuatku berpikir dua kali untuk langsung mendapatkannya. Aku tertegun beberapa saat di depan deretan baju yang ku taksir. Ada beberapa macam warna dengan corak yang sama, namun tetap pilihanku jatuh pada warna merah marun.
“Lagi milih baju, ya Mbak?” tanya seorang gadis tinggi kurus berjilbab dengan ramahnya.
“Iya nih…”jawabku kalem, hampir tak menghiraukan kedatangannya.
“Kalau milih baju ke Blok M Square aja, Mbak! Di sana murah-murah…”katanya membujuk.
“ O ya?” tanyaku seakan meragukan perkataannya.
“Iya, kemarin saja temanku beli atasan bagus harganya sekitar 70an, tidak seperti disini, kalau tidak seratus ribu ke atas gak bakalan dapet! Aku juga mau ke sana nyari baju. Mbak, mau ikut saya gak?” tanyanya.
Entah kenapa aku seperti kena pelet saat itu, melepaskan baju yang ku taksir begitu saja dan mengikut pada si Mbak yang baru saja ku kenal, yang namanya saja aku tidak tahu.
“Kenalin, namaku Dewi!” katanya mengulurkan tangan. Aku pun segera menjabat tangannya dan menyebutkan namaku.
“Kerja di mana, Mbak? Tanyaku mendahului.
“Aku kerja di butik baju di tanah abang. Kalau Mbak’e kerja dimana?” Dewi balik bertanya.
“Aku babysitter yang lagi cuti, Mbak!” jawabku. Sepanjang jalan menuju Blok M Square, Dewi menggenggam tanganku, aku pun membiarkannya tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Kami pun terus melanjutkan percakapan. Aku merasa beruntung bertemu teman yang  enak diajak bicara seperti Dewi. Apalagi setelah Dewi mengaku bahwa dia pun bertempat tinggal tak jauh dari rumah Bosku di Wijaya Timur Raya III.
“Rumah Bosmu nomer berapa?” tanyanya.
“Nomer 2, rumahnya Pak Jenderal!” jawabku bangga dengan pangkat si Bos.
“Ooh…rumah yang tinggi di pertigaan yang gerbangnya dulu catnya kuning emas, yang belum lama ini baru diganti jadi warna…item ya kalo gak salah?”
“Iya betul!” jawabku bersemangat, akupun semakin percaya bahwa si Dewi memang tinggal tak jauh dari komplek rumah si Bos.
“Aku tinggal di nomer 29, dari rumah bosmu terus aja lurus ke dalem”katanya.
“Ya…ya! Koq kita bisa ketemu di sini ya? He he…”kataku sambil tertawa ringan.
Sampai di sebuah butik, Dewi membeli beberapa perdalaman wanita. Akupun ikut membeli beberapa CD dan Bra. Setelah itu Dewi mengajakku beli minum di Carefour karena haus. Barang-barangku dan barang-barangnya di titipkan di deposit counter dengan nomer yang sama pula. Ku percayakan nomer penitipan barang yang Cuma satu-satunya pada si Dewi, dan kamipun segera menghambur masuk ke Carefour Blok M Square. Tidak lama kemudian kami  mendapat sebotol Mizone pilihanku dan sebotol aqua pilihannya. Akupun segera mengantri di depan kasir. Dewi yang tak sabar dengan antrian panjang, segera keluar dan menunggu di luar kasir. Ku lihat dia pun mengambil barang-barang yang kami titipkan di Deposit Counter. Kemudian duduk di bangku panjang depan Carefour, sambil sesekali berjalan ke sana kemari seperti orang yang gelisah. Sesekali matanya mengawasiku, dan akupun tersenyum padanya melihat dia yang nampak sudah tak sabar dengan antrian panjang tersebut.
Akupun sempat membayangkan jika aku lengah, si Dewi tiba-tiba menghilang di tengah-tengah kerumunan orang banyak membawa kabur barang-barangku, maka habislah semuanya. Tapi segera ku buang jauh rasa curiga tersebut, mana mungkin tetangga membawa kabur barang tetangga, pikirku.
  Tapi, rupanya apa yang ku khawatirkan terjadi, sekitar 2 orang lagi antri di depanku, aku kehilangan jejak si Dewi. Entah dia sudah kabur kemana. Bayangannya sama sekali sudah tidak nampak. Aku pun seperti tak percaya. Di depan kasir mataku jelalatan, mencari-cari si Dewi namun tetap tidak ketemu. Begitu keluar dari kasir aku segera menghambur kearah escalator, menengok ke lantai bawah…tapi tetap si Dewi tidak ku temukan. Segera ku miskol hp Sony Ericsonku yang ada di tas dengan hp esia yang ku pegang. Masih aktif, tapi deringnya tidak ku dengar di sekitarku. Beberapa kali ku miskol, sampai kemudian hp SE tersebut pun jadi nonaktif. Akupun tersadar, aku telah tertipu habis-habisan oleh penampilan lugu si Dewi. Sialan pikirku! Kalau dia tidak berniat menipuku, pasti dia tidak akan menonaktifkan hpku, seharusnya dia mengangkat hp tersebut dan bilang kalau dia ada di toilet misalnya. Semprul bener,…ternyata jilbab dan keluguannya hanya tipu daya belaka, awas saja kau Dewi akan ku laporkan kau pada RT setempat sepulang kondangan nanti.
  Aku segera berlari keluar dari Blok M Square, dan terus berlari menuju kearah gedung BRI. Pikiranku cuma satu, sekarang juga aku harus berhasil memblokir ATM ku.
Jam 16.30 sore hari itu aku tersengal-sengal di depan gedung BRI Blok M yang terletak di jln Sultan Hasanuddin pas di samping terminal Blok M. Seorang satpam segera menegurku.
“Ada apa, Mbak?” tanyanya.
“Pak, tolong saya, Pak! Saya kecopetan, Pak! Saya mau memblokir ATM saya sekarang juga. Bisa gak ya, Pak?” tanyaku sambil kembang kempis mengatur nafas.
“Sabar Mbak? Sini duduk dulu, tenangkan dulu pikirannya, baru cerita kejadiannya bagaimana?” kata Pak Satpam sembari menggiringku ke tempat duduk. Lalu ku ceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir.
Pak satpam pun membantuku dengan menelpon call centre BRI. Dan akhirnya beberapa saat setelah meminta bantuan si Euceu di rumah Bos, untuk mengecek nomer rekening buku tabunganku yang ada di laci, petugas call centre pun sukses memblokir ATMku. Alhamdulillaah…akupun bernafas lega! Biarlah tas tengkorak punya si Bos bersama dompet dan isinya, KTP, ATM, Kartu antar jemput anak dari Kinderland Caringin Barat, HP SE, dan juga baju ganti dan sepre yang baru ku beli tadi jadi milik si Dewi cungkring, asal isi ATMku terselamatkan. Kalau tidak, apa jadinya? Sia-sialah aku bekerja jadi pengasuh anak orang kaya selama ini, jika uangku raib semua gara-gara ulah orang yang tidak bertanggung jawab.
Untung saja, aku masih punya uang 70rb di saku celanaku dan hp esia sebagai alat komunikasi. Akhirnya dengan sisa uang tersebut ku lanjutkan perjalananku ke rumah Bule Atun. 50 ribu rupiah ku amplopi buat kondangan, sisanya buat ongkos kesana kemari. Huufh…beginilah nasib orang yang terlalu percaya pada orang yang baru di kenal. Jangan sekali-kali lagi terulang ya Nek! Kalau ada orang yang tidak di kenal tapi sok kenal dan sok deket, cuekin saja ya! Bilang saja, MAAF AKU BURU-BURU!! L

2 comments:

  1. Berarti belumrejekinya si Mbak untuk memberi hadiah sprei ke temannya. tapi bagus tulisannya, untuk mengingatkan kita agar aware teerhadap sekeliling

    ReplyDelete
    Replies
    1. trima kasih sdh mampir ke blog ini Jeng Rebellina, ...

      Memang, waspada sangat kita perlukan dalam sikon apapun dan bagaimanapun...

      Delete